Powered By Blogger

Kamis, 05 Januari 2012

MATEMATIKA DALAM HISAB (PENGHITUNGAN ARAH KIBLAT)

PENDAHULUAN
Ilmu falak dikalangan umat islam dikenal dengan ilmu hisab, sebab kegiatan yang menonjol pada ilmu tersebut yang dipelajari dan dipergunakan dalam praktek ibadah adalah melakukan “perhitungan-perhintungan”. Ilmu falak atau astronomi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda langit, tentang fisiknya, geraknya, ukurannya, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya.
Benda langit yang dipelajari umat islam untuk kepentingan praktek ibadah adalah matahari, bumi dan bulan. Itupun terbatas hanya pada posisinya saja. Sebagai akibat dari gerakannya (Astronomika). Hal ini disebabkan karena perintah-perintah ibadah yang waktu pelaksanaannya melibatkan benda langit, kesemuanya itu berhubungan dengan posisi.
Ilmu hisab modern dalam prakteknya, banyak mempergunakan ilmu pasti yang kebenarannya tidak disangsikan lagi. Ilmu tersebut adalah Spherical Trigonometry (Ilmu Ukur Segitiga Bola). Disamping itu, dalam ilmu hisab modern mempergunakan data yang dikontrol oleh observasi setiap saat. Atas dasar inilah banyak kalangan yang mengatakan ilmu hisab memberikan hasil yang pasti.
Materi pembahasan ilmu hisab terbatas pada hal-hal yang ada hubungannya dengan pelaksanaan ibadah. Sasaran yang dituju adalah menentukan awal dan waktu sholat, arah kiblat, awal bulan komariyah dan terjadinya gerhana. Dalam makalah ini akan membahas tentang menentukan arah kiblat.

TUJUAN
Makalah ini dibuat untuk mengetahui:
Pengertian Hisab dan arah kiblat
Dalil syar’i yang berhubungan dengan hisab (arah kiblat)
Matematika dalam hisab (Penentuan Arah Kiblat)

PEMBAHASAN
Pengertian Hisab dan arah kiblat
Hisab adalah perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah.
Dalam diskursus tentang Kalender Hijriah dikenal dengan istilah hisab urfi dan hisab hakiki. Hisab urfi adalah sistem perhitungan kalender yang didasarkan pada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional.
Sistem hisab urfi tak ubahnya seperti kalender syamsiyah, bilangan hari pada tiap-tiap bulan berjumlah tetap, kecuali bulan tertentu pada tahun tertentu jumlahnya lebih panjang satu hari, sehingga sistem hisab ini tidak dapat dipergunakan dalam menentukan awal bulan kamariyah untuk pelaksanaan ibadah (awal dan akhir ramadhan), karena menurut sistem ini, umur Bulan Sya’ban dan Ramadhan adalah tetap yaitu 29 hari untuk Sya’ban dan 30 hari untuk Ramadhan. Diantara karya-karya yang menganut teori hisab urfi adalah The Muslim and Christian Calender karya G.S.P. Freeman Grenville, Takwim Istilah Hijriah-Masehi 1401-1500 H/1980-2077 M karya M. Khair, dan Al-Manak Masehi Hijri 1364 H/1945 M-1429 H/210 M karya KH. Salamun Ibrahim.
Hisab hakiki adalah sisitem hisab yang didasarkan pada peredaran bulan dan bumi yang sebenarnya. Menurut sistem ini, umur tiap bulan tidaklah konstan dan juga tidak beraturan, melainkan tergantung posisi hilal setiap awal bulan. Artinya, boleh jadi dua bulan berturut-turut umurnya 29 hari atau 30 hari. Bahkan boleh jadi bergantian seperti menurut hisab urfi.
Di Indonesia, hisab hakiki dapat dikelompokkan menjadi 3 generasi, yaitu :
Hisab hakiki taqribi, termasuk dalam generasi ini seperti kitab Sulamun Nayyirain karya Muhammad Mansyur bin Abdul Hamid bin Muhammad Damiri el-Betawi dan Kitab Fathu ar-Raufil Mannan karya Abu Hamdan Abdul Jalil.
Hisab hakiki Taqiqi, termasuk dalam kelompok ini, seperti kitab Khulasah al-Wafiyah karya K.H Zubair Umar al-Jailani Salatiga, Kitab Badi’atul Mithal oleh K. H Ma’shum Jombang, dan kitab Hisab Hakiki karya KRT Wardan Diponingrat.
Hisab Hakiki Kontemporer, termasuk dalam generasi ini, seperti The New Comb, Astronomical Almanac, Islamic Calender karya Mohammad Ilyas dan Mawaqit karya Khafid dan kawan-kawan.
Pada hakekatnya Kiblat adalah masalah arah, yakni arah yang menunjuk ke Ka’bah di Makkah. Dan di seluruh titik permukaan bumi ini dapat ditentukan ke mana arah kiblatnya dengan cara perhitungan dan pengukuran. Oleh karena itu, perhitungan arah kiblat adalah perhitungan untuk mengetahui dan menetapkan ke arah mana Ka’bah di Makkah itu dilihat dari suatu tempat di permukaan bumi ini, sehingga semua gerakan orang yang sedang melaksanakan shalat, baik ketika berdiri, ruku’, maupun sujudnya selalu berimpit dengan arah yang menuju Ka’bah.
Ijma’ Ulama’ berpendapat bahwa menghadap Kiblat merupakan syarat sahnya shalat, sebagaimana yang telah disebutkan oleh dalil-dalil syar’i. Bagi orang-orang di kota Makkah dan sekitarnya perintah ini tidak menjadi persoalan, sebab dengan sangat mudah mereka dapat memenuhinya. Tapi persoalannya menjadi lain bagi orang-orang yang jauh dari kota Makkah –terlepas dari ikhtilaf para Ulama’ tentang apakah cukup menghadap ke arah Ka’bah saja sekalipun kenyataannya salah, ataukah harus menghadap ke arah sedekat mungkin dengan posisi Ka’bah sebenarnya.
Dalil syar’i yang berhubungan dengan hisab (arah kiblat)
Banyak Ayat al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW yang menjelaskan tentang keharusan seorang muslim untuk menghadap Kiblat ketika melaksanakan shalat. Berikut ini adalah sebagian dalil Syar’i yang berhubungan dengan Kiblat kaum Muslimin.
ومن حيث                                     ••               
Dan dari mana saja kamu keluar (datang), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil haram, Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka Palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.
اذا قمت الى الصلاة فاسبغ الوضوء ثم اسقبل القبلة فكبر
”Bila kamu hendak melaksanakan shalat maka sempurnakanlah wudlu lalu menghadaplah ke kiblat, kemudian bertakbirlah!”

ان النبي صلى الله عليه وسلم لما دخل البيت دعا فى نواحيه ولم يصل فيه حتى خرج ركع ركعتين فى قبل القبلة وقال هذه القبلة
”Sesungguhnya Nabi SAW ketika masuk ke Baitullah beliau berdo’a di sudut-sudutnya, dan tidak shalat di dalamnya sampai beliau keluar. Setelah keluar beliau shalat dua raka’at di depan Ka’bah dan berkata: ”Inilah Kiblatku”
ما بين المشرق والمغرب قبلة
”Diantara Timur dan Barat terdapat Kiblat”

البيت قبلة لاهل المسجد والمسجد قبلة لاهل الحرم والحرم قبلة لاهل الارض في مشارقها ومغاربها
”Baitullah adalah kiblat bagi orang-orang di Masjidil haram. Masjidil Haram adalah kiblat bagi orang-orang penduduk Tanah Haram (Makkah). Dan Tanah Haram adalah kiblat bagi semua umatku di bumi, baik di Barat maupun di Timur”
Dalam Surat Al-Anbiya’ ayat 33 disebutkan bahwa Allahlah yang menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan, masing-masing dari keduannya beredar pada garis edarnya. Masih banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menerangkan tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah SWT, termasuk mengenai peredaran matahari dan bulan, pergantian siang dan malam, disamping benda-benda langit lainnya, dan dengan tanda-tanda itu dapat diketahui bilangan tahun dan hisab atau perhitungan waktu.
    •        
Artinya : “Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya”. (QS. Al-Anbiya’ (21): 33).
Sebagai realisasi dari ayat tersebut, lahirlah ilmu falak yang dikembangkan oleh ilmuwan-ilmuwan muslim sejak abad pertengahan yang secara spesifik membahas kedudukan matahari, bulan, dan bumi serta benda-benda langit lain yang terkait dengan perhitungan arah kiblat, awal waktu shalat, dan awal bulan. Dengan demikian, ilmu falak ini bukan sekedar ilmu, melainkan untuk kepentingan praktis dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban agama.

Hadits yang diriwayatkan At-Thabrani.
ان خيا رعباد الله الذين يراعون الشمس والقمرلذكر الله. (رواه الطبرانى)
Artinya : “Sesungguhnya hamba-hamba Allah yang baik ialah yang selalu memperhatikan matahari dan bulan, untuk mengingat Allah. (Diriwayatkan oleh At-Thabrani).
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnus Sunni.
تعلموا من النجوم ما تهتدون به فى ظلمات االبر والبحر ثم انتهوا.
(رواه ابن السنى)
Artinya : “Pelajarilah keadaan bintang-bintang supaya kamu mendapat petunjuk dalam kegelapan darat dan laut, lalu berhentilah”. (Diriwayatkan oleh: Ibnu Sunni).
Matematika dalam hisab (Arah Kiblat)
Hisab arah kiblat
Secara historis cara penentuan arah kiblat di Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan kualitas dan kapasitas intelektual dikalangan kaum muslimin.
Karena setiap titik (tempat) di permukaan bumi ini berada di permukaan bola Bumi, maka perhitungan arah Kiblat dilakukan dengan Ilmu Ukur Segitiga Bola (Spherical Trigonometri). Agar supaya hasil perhitungan seakurat dan seteliti mungkin, maka diperlukan alat bantu mesin hitung atau kalkulator.
Penentuan hisab arah qiblat
Posisi matahari diatas ka’bah
Kesempatan yang sangat tepat untuk mengetahui secara persis arah kiblat adalah saat posisi matahari berada tepat diatas ka’bah. Posisi matahari tepat berada diatas ka’bah akan terjadi ketika lintang ka’bah sama dengan deklinasi matahari, pada saat itu matahari berkulminasi tepat diatas ka’bah. Dengan demikian arah jatuhnya banyangan benda yang terkena cahaya matahari itu adalah arah kiblat.
Dalam satu tahun akan ditemukan dua kali posisi matahari di atas ka’bah. Kesempatan tersebut datang pada setiap tanggal 27 Mei atau 28 Mei pukul 11.57 LMT dan tanggal 15 Juli atau 16 Juli pukul 12.06 LMT.
Cara mengecek arah kiblat:
Letakkan satu tegakan (tongkat dan sejenisnya) di tempat yang terkena cahaya matahari.
Amati jatuhnya bayangan tersebut yang terbentuk oleh cahaya matahari.
Tentukan arah jatuhnya bayangan itu sebagai arah kiblat.
Perhitungan hisab dengan rumus
Untuk perhitungan arah Kiblat yang harus diketahui terlebih dahulu ada 3 (tiga) data; yaitu:
Lintang dan Bujur Ka’bah
Lintang dan Bujur Tempat yang mau diukur arah Kiblatnya
Selisih Bujur Ka’bah dan Bujur Tempat yang mau diukur arah Kiblatnya (C)
Adapun rumus Arah Kiblat sebagai berikut:

Ctg B=(Ctg b sin⁡a)/sin⁡C - Cos a Ctg C

Keterangan :
Rumus tersebut di atas adalah untuk mencari arah kiblat dari suatu tempat di permukaan bumi yang diketahui LINTANG dan BUJUR tempatnya.
B = Arah kiblat suatu tempat.
Yaitu sudut antara arah ke Ka’bah dan arah ke titik Kutub Utara.
p = sudut pembantu.
a = 〖90〗^o - Lintang Tempat.
Yaitu busur antara Titik Kutub Utara dengan Tempat yang akan di cari Arah Qiblatnya.
b = 〖90〗^o – Lintang Ka’bah.
Yaitu busur antara Titik Kutub Utara dengan Ka’bah.
C = selisih antara Bujur Ka’bah dengan Bujur Tempat yang akan dicari Arah kiblatnya.
Lintang Ka’bah == + 〖21〗^o 〖25〗^' (LU)
Bujur Ka’bah == 〖39〗^o 〖50〗^' BT
Untuk melakukan perhitungan arah kiblat diperlukan alat hitung yang berupa daftar logaritma atau kalkulator. Oleh karena rumus-rumus yang dipergunakan memakai kaidah-kaidah ilmu ukur bola.
Jenis kalkulator yang dipergunakan setidak-tidaknya mempunyai fungsi sebagai berikut:
Mempunyai mode derajat (DEG) dan satuan derajat (°'")
Mempunyai fungsi sinus (sin, cos, tan) beserta proses perubahannya.
Mempunyai fungsi pembalikan bilangan dan penyebut, biasanya dengan tanda 1/x. Fungsi ini sangat penting untuk mendapatkan nilai Cotan (=1/tan), Sec (=1/cos), dan Cosec (=1/sin).
Mempunyai fungsi memori, biasanya bertanda Min dan MR.
Mempunyai fungsi minus, biasanya bertanda (-/+)
Contoh perhitungan:
Hitunglah arah kiblat kota Yogyakarta, jika diketahui:
Lintang tempat (ф) : -07° 48’
Bujur tempat (λ) : +110° 21’
Lintang Ka’bah : +21° 25’
Bujur Ka’bah : +39° 50’
Langkah – langkah penyelesaiannya adalah sebagai berikut:
Menggunakan rumus sinus cosinus
Ctg B=(Ctg b sin⁡a)/sin⁡C - Cos a Ctg C
a = 90° - ( - 07°48') = 97°48'
b = 90° - ( +21°25') = 68°35’
C = 110°21' - 39°50’ = 70°31’
Ctg B= (Ctg 68 〖35〗^' x Sin 97 〖48〗^')/(Sin 70 〖31〗^' )- Cos 97 〖48〗^' x Cot 70 〖31〗^'
= (0,3922313116 x 0,99074784)/0,942738551- ( -0,135715572)x 0,35379124
= 0,460220813
B = 65°17’13”,66

KESIMPULAN
Hisab adalah perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah.
Banyak Ayat al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW yang menjelaskan tentang keharusan seorang muslim untuk menghadap Kiblat ketika melaksanakan shalat.
Karena setiap titik (tempat) di permukaan bumi ini berada di permukaan bola Bumi, maka perhitungan arah Kiblat dilakukan dengan Ilmu Ukur Segitiga Bola (Spherical Trigonometri).
Untuk perhitungan arah Kiblat yang harus diketahui terlebih dahulu ada 3 (tiga) data; yaitu:
Lintang dan Bujur Ka’bah
Lintang dan Bujur Tempat yang mau diukur arah Kiblatnya
Selisih Bujur Ka’bah dan Bujur Tempat yang mau diukur arah Kiblatnya (C)
Untuk melakukan perhitungan arah kiblat diperlukan alat hitung yang berupa daftar logaritma atau kalkulator. Oleh karena rumus-rumus yang dipergunakan memakai kaidah-kaidah ilmu ukur bola.

PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat. Saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan sebagai perbaikan kami. Semoga pesan tersirat dalam makalah ini bermanfaat bagi kita sampai akhir nanti, terima kasih.



DAFTAR PUSTAKA
Azhari, Susiknan. Hisab dan Rukyat : Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah Perbedaan. Jogjakarta :Pustaka Pelajar. 2007. Cet 1.
Azhari, Susiknan. Ilmu Falak. Yogyakarta: Suara Muhamadiyah. 2007. Cet II.
Ash-Shon’ani, Subulus Salam, (Bandung: Ad-Dahlan,tt), Juz I,
Asy-Syaukani, Nailul Author, (Beirut: Dar al-Ma’arif, 1983), Juz II
Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Semarang: Toha Putera, tt),
Khazin, Muhyiddin. Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta: Buana Pustaka. 2005. Cet. II.
Jamil, A. Ilmu Falak (Teori dan Aplikasi). Jakarta : Amzah. 2009. Cet 1.
Badan Hisab & Rukyah Dep. Agama. Almanak Hisab Rukyat. Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam. 1981.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar